Jumat, 18 Februari 2011

RAHASIA KESABARAN SEORANG IBU

Prof. DR. Khalid al-Jubair penasehat spesialis bedah jantung dan urat nadi di rumah sakit al-Malik Khalid di Riyadh mengisahkan sebuah kisah pada sebuah seminar dengan tajuk Asbab Manshiyah (Sebab-sebab yang terlupakan). Mari sejenak kita merenung bersama, karena dalam kisah tersebut ada nasihat dan pelajaran yang sangat berharga bagi kita. Sang dokter berkata:
Pada suatu hari –hari selasa- aku melakukan operasi pada seorang anak berusia 2,5 tahun. Pada hari Rabu, anak tersebut berada di ruang ICU dalam keadaan segar dan sehat. Pada hari kamis pukul 11.15 –aku tidak melupakan waktu ini karena pentingnya kejadian tersebut- tiba-tiba salah seorang perawat mengabariku bahwa jantung dan pernafasan anak tersebut berhenti bekerja. Maka akupun pergi dengan cepat kepada anak tersebut, kemudian aku melakukan proses kejut jantung yang berlangsung selama 45 menit. Selama itu jantungnya tidak berfungsi, namun setelah itu Allah Azza Wa Jalla menentukan agar jantungnya kembali berfungsi. Kamipun memuji Allah Azza Wa Jalla. Kemudian aku pergi untuk mengabarkan keadaannya kepada keluarganya, sebagaimana anda ketahui betapa sulit mengabarkan keadaan kepada keluarganya jika ternyata keadaannya buruk. Ini adalah hal tersulit yang harus dihadapi oleh seorang dokter. Akan tetapi ini adalah sebuah keharusan. Akupun bertanya tentang ayah si anak, tapi aku tidak mendapatinya. Aku hanya mendapati ibunya, lalu aku katakan kepadanya: “Penyebab berhentinya jantung putramu dari fungsinya adalah akibat pendarahan yang ada pada pangkal tenggorokan dan kami tidak mengetahui penyebabnya. Aku kira otaknya telah mati.” Coba tebak, kira-kira apa jawaban ibu tersebut? Apakah dia berteriak? Apakah dia histeris? Apakah dia berkata: “Engkaulah penyebabnya!” Dia tidak berbicara apapun dari semua itu bahkan dia berkata: “Alhamdulillah.” Kemudian dia meninggalkanku dan pergi.
Sepuluh hari berlalu, mulailah sang anak bergerak-gerak. Kamipun memuji Allah Azza Wa Jalla serta menyampaikan kabar gembira sebuah kebaikan yaitu bahwa keadaan otaknya telah berfungsi. Pada hari ke-12, jantungnya kembali berhenti bekerja disebabkan oleh pendarahan tersebut. Kamipun melakukan proses kejut jantung selama 45 menit, dan jantungnya tidak bergerak. Dan akupun mengatakan kepada ibunya: “Kali ini menurutku tidak ada harapan lagi.” Maka dia berkata: “Alhamdulillah, Ya Allah jika dalam kesembuhannya ada kebaikan, maka sembuhkanlah dia wahai Rabbi.” Maka dengan memuji Allah, jantungnya kembali berfungsi, akan tetapi setelah itu jantung kembali berhenti sampai 6 kali hingga dengan ketentuan Allah, spesialis THT berhasil menghentikan pendarahan tersebut, dan jantungnya kembali berfungsi.
Berlalulah sekarang 3,5 bulan, dan anak tersebut dalam keadaan koma, tidak bergerak. Kemudian setiap kali dia mulai bergerak dia terkena semacam pembengkakan bernanah aneh yang besar di kepalanya, yang aku belum pernah melihat yang semisalnya. Maka kami katakan kepada sang ibu bahwa putra anda akan meninggal. Jika dia bisa selamat dari kegagalan jantung yang berulang-ulang, maka dia tidak akan bisa selamat dengan adanya semacam pembengkakan dikepalanya. Maka sang ibu berkata: “Alhamdulillah.” Kemudian meninggalkanku dan pergi. Setelah itu, kami melakukan usaha untuk merubah keadaan segera dengan melakukan operasi otak dan urat syaraf serta berusaha untuk menyembuhkan sang anak. Tiga minggu kemudian, dengan karunia Allah Azza wa Jalla, dia tersembuhkan dari pembengkakan tersebut, akan tetapi dia belum bergerak.
Dua minggu kemudian darahnya terkena racun aneh yang menjadikan suhunya 41,2⁰C, maka kukatakan kepada sang ibu: “Sesungguhnya otak putra ibu berada dalam bahaya besar, saya kira tidak ada harapan sembuh.” Maka dia berkata dengan penuh kesabaran dan keyakinan: “Alhamdulillah, Ya Allah jika dalam kesembuhannya ada kebaikan, maka sembuhkanlah dia wahai Rabbi.” Setelah aku kabarkan kepada ibu anak tersebut tentang keadaan putranya yang terbaring di atas ranjang nomor 5, aku pergi ke pasien lain yang terbaring di ranjang nomor 6 untuk menganalisanya. Tiba-tiba ibu pasien nomor 6 tersebut menangis histeris seraya berkata: “Wahai dokter, kemari! Wahai dokter, suhu badannya 37,6⁰C, dia akan mati, dia akan mati.” Maka kukatakan kepadanya dengan penuh heran: “Lihatlah ibu anak yang terbaring di ranjang nomor 5, suhu badannya 41⁰C lebih sementara dia bersabar dan memuji Allah.” Maka berkatalah ibu pasien nomor 6 tentang ibu tersebut: “Wanita itu tidak waras dan tidak sadar.” Maka aku mengingat sebuah hadits Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam yang indah lagi agung: “Fathuba lil Ghuraba’ (Beruntunglah orang-orang yang asing)” Sebuah kalimat yang terdiri dari 2 kata, akan tetapi keduanya menggoncangkan ummat. Selama 23 tahun bekerja di rumah sakit aku belum pernah melihat dalam hidupku orang sabar seperti ibu ini kecuali dua orang saja.
Selang beberapa waktu setelah itu ia mengalami gagal ginjal, maka kami katakan kepada sang ibu: “Tidak ada harapan kali ini, dia tidak akan selamat.” Maka dia menjawab dengan sabar dengan bertawakkal kepada Allah: “Alhamdulillah.” Seraya meninggalkanku seperti biasa dan pergi. Sekarang kami memasuki minggu terakhir dari bulan keempat, dan anak tersebut telah tersembuhkan dari keracunan. Kemudian saat memasuki pada bulan kelima, dia terserang penyakit aneh yang aku belum pernah melihatnya seumur hidupku, radang ganas pada selaput pembungkus jantung di sekitar dada yang mencangkup tulang-tulang dada dan seluruh daerah di sekitarnya. Dimana keadaan ini memaksaku untuk membuka dadanya dan terpaksa menjadikan jantungnya dalam keadaan terbuka. Sekiranya kami mengganti alat bantu, anda akan melihat jantungnya berdenyut di hadapan anda. Saat kondisi anak tersebut sampai pada tingkatan ini aku berkata kepada sang ibu: “Sudah yang ini tidak mungkin disembuhkan lagi. Aku tidak berharap. Keadaanya semakin gawat.” Diapun berkata: “Alhamdulillah.” Sebagaimana kebiasaannya, tanpa berkata apapun selainnya. Kemudian berlalulah 6,5 bulan, anak tersebut keluar dari ruang operasi dalam keadaan tidak berbicara, melihat, mendengar, bergerak dan tertawa. Sementara dadanya dalam keadaan terbuka yang memungkinkan bagi anda untuk melihat jantungnya berdenyut di hadapan anda, dan ibunyalah yang membantu mengganti alat-alat bantu di jantung putranya dengan penuh sabar dan mengharap pahala.
Apakah anda tahu apa yang terjadi setelah itu? Sebelum kukabarkan kepada anda, Apakah anda kira dari keselamatan anak tersebut yang telah melalui segala macam ujian berat, hal gawat, rasa sakit dan beberapa penyakit yang aneh dan kompleks? Menurut anda kira-kira apa yang dilakukan oleh sang ibu yang sabar terhadap sang putra di hadapannya yang berada di ambang kubur itu? Kondisi yang dia tidak punya kuasa apa-apa kecuali hanya berdoa, dan merendahkan diri kepada Allah Azza wa Jalla? Tahukah anda apa yang tejadi pada anak yang mungkin bagi anda untuk melihat jantungnya berdenyut di hadapan anda 2,5 bulan kemudian?
Anak tersebut telah sembuh sempurna dengan rahmat Allah Azza wa Jalla sebagai balasan bagi sang ibu yang shalihah tersebut. Sekarang anak tersebut telah berlari dan dapat menyalip ibunya dengan kedua kakinya seakan-akan tidak ada sesuatu apapun yang pernah menimpanya. Dia telah kembali seperti sedia kala, dalam keadaan sembuh dan sehat. Kisah ini tidaklah berhenti sampai disini, apa yang membuatku menangis bukanlah ini, yang membuatku menangis adalah apa yang terjadi kemudian:
Satu setengah tahun setelah anak tersebut keluar dari rumah sakit, salah seorang kawan di bagian operasi mengabarkan kepadaku bahwa ada seorang laki-laki beserta istri bersama dua orang anak ingin melihat anda. Maka kukatakan kepadanya: “Siapakah mereka?” Dia menjawab: “Tidak mengenal mereka.” Akupun pergi untuk melihat mereka, ternyata mereka adalah ayah dan ibu dari anak yang dulu kami operasi. Umurnya sekarang 5 tahun seperti bunga dalam keadaan sehat, seakan-akan tidak pernah terkena apapun, dan juga bersama mereka seorang bayi berumur 4 bulan.
Aku menyambut mereka dan bertanya kepada sang ayah dengan canda tentang bayi baru yang digendong oleh ibunya, apakah dia anak yang ke-13 atau 14? Diapun melihat kepadaku dengan senyuman aneh, kemudian dia berkata: “Ini adalah anak yang kedua, sedang anak pertama adalah anak yang dulu anda operasi, dia adalah anak pertama yang datang kepada kami setelah 17 tahun mandul. Setelah kami diberi rizki dengannya, dia tertimpa penyakit seperti yang telah anda ketahui sendiri.” Aku tidak mampu menguasai jiwaku, kedua mataku penuh dengan airmata. Tanpa sadar aku menyeret laki-laki tersebut dengan tangannya kemudian aku masukkan ke dalam ruanganku dan bertanya tentang istrinya. Kukatakan kepadanya: “Siapakah istrimu yang mampu bersabar dengan penuh kesabaran atas putranya yang baru datang setelah 17 tahun mandul? Haruslah hatinya bukan hati yang gersang, bahkan hati yang subur dengan keimanan terhadap Allah Tabaraka wa Ta’ala.”
Tahukah anda apa yang dia katakan? Diamlah bersamaku wahai saudara-saudariku, terutama kepada anda wahai saudari-saudari yang mulia, cukuplah anda bisa berbangga pada zaman ini ada seorang wanita muslimah yang seperti dia. Sang suami berkata: “Aku menikahi wanita tersebut 19 tahun yang lalu, sejak masa itu dia tidak pernah meninggalkan shalat malam kecuali dengan udzur syari. Aku tidak pernah menyaksikannya berghibah (menggunjing/gosip), namimah (adu domba), tidak juga dusta. Jika aku keluar dari rumah atau aku pulang ke rumah, dia membukakan pintu untukku, mendoakanku, menyambutku, serta melakukan tugas-tugasnya dengan segenap kecintaan, tanggung jawab, akhlak dan kasih sayang.” Sang suami menyempurnakan ceritanya dengan berkata: “Wahai dokter, dengan segenap akhlak dan kasih sayang yang dia berikan kepadaku, aku tidak mampu membuka satu mataku terhadapnya karena malu.” Maka kukatakan kepadanya: “Wanita seperti dia berhak mendapatkan perlakuan darimu seperti itu.” Kisah selesai………….
( Dikutip dari kitab Asbab Manshiyah dan majalah Qiblati, edisi 01 tahun III, 10-2007 )
Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: Inna lillahi wa inna ilaihi raaji’un. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. Al-Baqarah: 155-157).
Rasulullah Salallahu alaihi wasallam apabila ada sesuatu yang membuatnya senang, beliaupun mengucapkan: “Alhamdulillahil ladzi bini’matihi tatimmush shalihaat (Segala puji bagi Allah, yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.” Dan apabila ada sesuatu yang beliau benci, beliaupun mengucapkan: “Alhamdulillahi ‘ala kulli haal (Segala puji bagi Allah pada setiap keadaan).” (Hadits Shahih: shahihul Jami’ IV/201)
Diposting oleh Abu Fahd.

KISAH MASJID PUTIH




Aku selalu merenung dalam perjalanan menuju Jeddah untuk menjalankan tugas-tugasku. Kira-kira di tengah perjalanan, aku mengarahkan pandangan ke arah masjid putih yang kosong yang terletak diantara pegunungan yang berdiri di tengah-tengah gurun. Sepertiga bagian dari masjid tersebut telah dirobohkan. Aku terus bertanya dalam hati bagaimana kisah masjid yang jauh dari manusia ini?! Mengapa sepertiga bagiannya dirobohkan? Setiap kali aku ingin bertanya tentang masjid ini, aku lupa. Hingga berlalulah beberapa tahun, aku lupa dan aku tidak tahu mengapa?!
Berlalulah beberapa hari, dan disuatu malam dalam perjalananku ke Jeddah, aku menikmati sebuah kaset yang dihadiahkan kepadaku oleh seseorang. Kaset itu berjudul “Air Mata Di Sana Sini”, yang disampaikan oleh Syaikh Ibrahim al-Marwani. Tiba-tiba dari kaset itu aku mendengar kisah perihal masjid ini. Ini adalah kisah yang mungkin mendekati khayalan untuk ukuran saat ini. Aku akan meringkasnya untuk anda kisah ini sesuai dengan ucapan Syaikh.

Syaikh menceritakan, “Kami pernah di Jeddah di rumah ibu (semoga Allah menjaganya) pada pagi hari jum’at. Ketika waktu dhuha aku bertanya kepada paman dari pihak ibuku, “Bagaimana pendapatmu jika kita pergi ke Mekah untuk shalat jum’at lalu segera kem-bali?” Paman menjawab: “Ide yang bagus!” Kemudian kami berangkat. Ketika berada di jalan tol sebelum memasuki Mekah yang jaraknya kira-kira 45 km, pandanganku tertuju ke salah satu Rumah Allah yang berwarna putih. Sebuah masjid! Pandanganku tertuju ke-pada warnanya yang putih menawan, menara masjid yang indah dan tinggi. Masjid tersebut kira-kira dibangun diatas kaki bukit yang paling bawah atau diatas anak bukit. Sehingga hal ini sedikit menyulitkan untuk sampai ke masjid tersebut, khususnya orang-orang yang sudah tua. Dan jika benar, bahwa pembangunan masjid dengan bentuk seperti ini adalah agar bisa dilihat oleh manusia dari jarak jauh. Masjid tersebut saat ini telah dirobohkan, atau dengan istilah yang lebih halus sepertiga bagiannya telah dirobohkan. Bagian belakang masjid tersebut telah dirobohkan semua. Tidak ada pintu maupun jendela. Dan tidak banyak masjid yang dikosongkan yang tetap berdiri diatas tanah.
Aku tidak tahu mengapa pemandangan masjid tersebut terus terlitas di dalam hatiku. Gambarnya tidak pernah hilang dari dalam benakku. Mungkin karena kekokohannya menghadapi tantangan selama bertahun-tahun. Kami tiba di Mekah, Alhamdulillah! Kami memarkir mobil diluar Mekah karena begitu ramainya Mekah saat itu. Lalu kami shalat dan mendengarkan khutbah. Setelah shalat kami menaiki mobil untuk kembali. Untuk kedua kalinya, aku tidak tahu kenapa bayangan masjid tersebut ada di benakku. Masjid putih yang telah ditinggalkan!! Kemudian aku duduk dan berbicara kepada diri sendiri. Beberapa saat kemudian masjid tersebut nampak di penglihatan kami. Aku duduk dan melihat ke kanan untuk mencari masjid tersebut. Aku berjalan disamping dan memperhatikannya. Akan tetapi, pandanganku mendapati sesuatu yang aneh!! Sebuah mobil berwarna biru berhenti disamping masjid tersebut!! Aku berpikir di tengah keherananku, mengapa mobil ini berhenti disini?! Apa yang dilakukannya sehingga berada di masjid ini, padahal ada masjid-masjid lain yang didirikan di dalamnya shalat berjamaah, yang memungkinkan orang tersebut pergi ke masjid lain?!
Aku segera mengambil keputusan. Aku mengurangi kecepatan dan keluar dari jalan menuju ke arah kanan, menuju ke arah masjid. Aku berkata dalam hati, “Semoga Allah menakdirkan suatu urusan yang mesti dilaksanakan.” Aku masih melamun, ketika tiba-tiba paman bertanya: “Apa yang kamu kerjakan?! Kenapa keluar dari jalan ini?! Mudah-mudahan ada kebaikan.” Aku berkata, “Aku ingin melihat apa yang dikerjakan oleh pemilik mobil itu?!” Paman bertanya lagi: “Apa urusan kita dengannya?!” Dan ketika ia melihatku membisu, maka ia pun diam. Kemudian aku arahkan ke kanan dan memasuki sebuah kebun tua, terus langsung menuju masjid dan kendaraan kami parkir di bawah. Kami naik hingga tiba di masjid dan tiba-tiba kami mendengar suara yang tinggi, sedang membaca Al-Qur’an dengan menangis. Ia membaca surah Ar-Rahman, pada ayat: “Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” Aku berpikir untuk menunggunya di luar masjid dan mendengarkan bacaannya. Akan tetapi rasa penasaranku tidak bisa ditahan untuk melihat apa yang terjadi di dalam masjid yang dirobohkan sepertiganya ini hingga tidak seekor burungpun yang melintas di atasnya. Kami me-masuki masjid, mendapati seorang pemuda meletakkan sebuah sajadah untuk shalat di atas tanah. Di tangannya ada sebuah mushaf kecil yang ia baca. Tidak ada seorangpun disana selain dia. Aku tegaskan sekali lagi tidak ada seorangpun disana selain dia! Aku berkata, “Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh!” Ia lang-sung melihat kami, seolah-olah kami mengagetkannya. Ia merasa asing dengan kehadiran kami. Kemudian ia membalas, “Waalaikum-salam Warahmatullahi Wabarakatuh”.
Aku bertanya kepadanya, “Apakah anda sudah shalat Ashar?” Ia menjawab, “Belum!” Aku bertanya, “Sudahkah anda adzan?” Ia menjawab, “Belum, jam berapakah sekarang?” Aku men-jawab, “Sudah masuk waktunya!” Maka aku adzan sendiri. Ketika aku mengumandangkan iqamah, aku mendapati pemuda tersebut memandang ke arah qiblat dan tersenyum, suatu senyuman yang aneh!! Kepada siapakah ia tersenyum dan untuk apa tersenyum!! Kemudian aku menjadi imam. Aku mendengar pemuda di bela-kangku tersebut mengucapkan sesuatu yang menerbangkan semua akalku!! Pemuda tersebut berkata, “Terimalah berita gembira de-ngan adanya shalat berjamaah!” Paman memandangku keheranan, sementara aku pura-pura bodoh. Kemudian aku bertakbir untuk shalat. Namun akalku disibukkan untuk merenungkan perkataannya (Terimalah berita gembira dengan adanya shalat berjamaah!). Kepa-da siapakah ia berkata padahal tidak ada orang selain kami? Aku tegaskan sekali lagi bahwa masjid dalam keadaan kosong, mungkin ada seseorang masuk tanpa aku ketahui. Apakah ia gila? Tapi aku tidak yakin. Kalau begitu ia berkata kepada siapa?
Pemuda itu shalat dibelakangku dan akalku disibukkan memikirkannya. Setelah shalat, aku arahkan wajahku kepadanya. Se-mentara paman memberi isyarat untuk keluar. Maka aku katakan kepadanya, “Silahkan paman keluar dulu dan tunggu aku di dalam mobil!” Paman menatapku, sepertinya ia khawatir sekali dengan diriku atas pemuda ini. Aku memberikan isyarat kepada paman untuk duduk sebentar. Aku melihat pemuda itu yang masih sibuk dengan bertasbih. Kemudian aku bertanya, “Bagaimana keadaan anda?” Ia menjawab, “Baik, Alhamdulillah!” Aku berkata, “Aku ingin mengenal anda!” Ia menjawab, “Aku adalah fulan bin fulan”. Aku berkata, “Kesempatan yang berharga wahai saudaraku, semoga Allah memaafkan anda. Anda telah menyibukkan aku dari shalatku!” Ia berkata, “Mengapa?” Aku jawab, “Aku mendirikan shalat dan aku mendengar anda mengatakan ‘Terimalah berita gembira dengan adanya shalat berjamaah!” Pemuda tersebut tertawa dan mengatakan sesuatu yang aku tidak mengetahuinya. Aku berkata, “Kepada siapakah anda berkata?” Ia tersenyum. Ia melihat ke lantai dan diam beberapa saat. Seolah-olah ia berpikir, apakah ia akan menjawabnya ataukah tidak?
Ia berkata, “Kalau sekiranya aku katakan kepada anda, niscaya anda akan mengatakan bahwa aku gila.” Pemuda itu melihatku. Kemudian ia berkata ibarat granat yang meledak. Perkata-annya menjadikanku berpikir, apakah orang ini gila!! Ia berkata, “Aku berbicara kepada masjid!” Aku kaget, “Apa?” Ia mengulangi, “Aku berkata kepada masjid!” Aku berkata kepadanya hingga memotong pembicaraan, “Apakah masjid membalas salam anda?” Ia tersenyum dan berkata, “Jangan-jangan anda berpikir bahwa batu tidak membalas salam?” Maka akupun tersenyum dan berkata, “Perkataan anda benar! Selama ia tidak membalas, lantas mengapa anda berbicara kepadanya?” Ia berkata, “Apakah anda mengingkari bahwa ada diantara batu yang jatuh karena takut kepada Allah?” Aku berkata, “Subhanallah! Bagaimana aku mengingkari hal ini karena hal ini ada di dalam Al-Qur’an, Allah berfirman: ‘Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada sesuatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.’ (QS. Al-Israa’: 44)” Aku berkata, “Akan tetapi aku tidak memahami anda!” Maka ia meli-hat ke lantai beberapa saat dan seolah-olah berpikir apakah ia akan memberitahukanku ataukah tidak? Apakah aku layak mengetahui hal ini atau tidak? Kemudian ia berkata tanpa mengangkat kedua matanya, “Aku adalah orang yang menyukai masjid. Setiap kali aku melihat masjid yang lama, roboh atau ditinggalkan, maka aku memikirkannya. Aku memikirkan hari-hari dimana manusia shalat di dalamnya. Dan aku berkata, harus ada yang shalat karena saat ini masjid merindukan orang-orang untuk shalat di dalamnya. Aku yakin bahwa masjid ini merindukan orang-orang yang berdzikir kepada Allah di dalamnya, aku yakin bahwa masjid ini merindukan orang-orang yang bertasbih dan bertahlil. Ia berangan-angan kalau sekira-nya ada suatu ayat yang menggetarkan dinding-dindingnya. Aku berpikir dan berpikir, mungkin telah berlalu waktu adzan dan masjid ini masih merindukan. Ia berangan-angan mendengarkan “Hayya ‘alash shalah!” di dalamnya. Aku yakin bahwa masjid ini merasa asing terhadap masjid-masjid yang lain. Ia berangan-angan adanya satu rakaat dan satu sujud di dalamnya. Aku yakin sekali jika qiblat masjid ini berangan-angan ada ucapan “Laa ilaha ilallah” didalamnya atau ada orang yang lewat dan mengatakan di dalamnya “Allahu Akbar” dan sesudahnya mengatakan “Alhamdulillahirabbil ‘alamin!” Dan ketika melihat-lihat masjid seperti ini, aku berkata kepada diriku sendiri: “Demi Allah, aku tidak akan memadamkan kerinduanmu!” Demi Allah aku akan mengembalikan sebagian hari-harimu. Aku turun dari mobilku dan shalat dua rakaat serta membaca satu juz dari Al-Qur’an. Oleh karena itu, janganlah heran dengan perbuatanku ini. Akan tetapi Demi Allah, aku mencintai masjid!”
Setelah aku mendengarkan penuturannya, airmataku ber-cucuran. Aku melihat ke lantai sebagaimana yang ia lakukan hingga aku tidak memperhatikan cucuran air mataku. Ucapannya membekas di dadaku. Demikian juga keyakinan dan metode serta perbuatannya yang sungguh menakjubkan. Sebagai seorang laki-laki yang hatinya tertambat ke masjid. Aku tidak dapat menuturkan sepatah katapun kepadanya. Cukup bagiku mendoakannya, “Semoga Allah membalas anda dengan segala kebaikan! Dan aku berpesan kepada anda agar tidak melupakanku dalam doa-doa anda!”
Aku keluar dari masjid, sedangkan kedua mata pemuda itu masih tertunduk ke lantai sambil berkata, “Apakah anda mengetahui, dengan apa aku selalu berdoa ketika berada di luar masjid?” Aku melihat padanya dan berkata kepada diriku sendiri, “Dengan apakah gerangan dia berdoa ketika dia keluar dari masjid?” Pemuda itu berkata, “Aku berdoa, ‘Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwasanya aku sangat mencintai dan terhibur dengan masjid ini karena dzikir-Mu (firman-Mu) Yang Agung dan Qur’an-Mu yang Mulia, semata untuk Wajah-Mu wahai Yang Maha Penyayang! Maka hiburlah kesepian bapakku di dalam kuburnya, sedangkan Engkau adalah sebaik-baik Pengasih Yang Maha Penyayang!”
Ketika itu air mataku bercucuran. Aku tidak malu untuk menyembunyikan hal ini. Pemuda macam apa ini? Berbakti kepada kedua orangtua macam apa yang ia lakukan? Semoga aku bisa sepertinya bahkan aku berharap semoga menjadi seorang anak sepertinya! Bagaimanakah kedua orangtuanya mendidiknya dengan sebuah pendidikan yang mulia, dan bagaimanakah kita mendidik anak-anak kita? Getarkanlah hatiku dengan doa ini Ya Allah! Aku telah mendapati diriku kurang berbakti kepada kedua orangtuaku (semoga Allah merahmati mereka berdua). Berapa banyak dari kita yang tidak berbakti kepada kedua orangtuanya ketika mereka masih hidup apalagi ketika sudah meninggal!
Aku melihat sebagian pemuda ketika didirikan shalat jenazah atau jenazah orangtua mereka dikebumikan, mereka menangis histeris. Mereka mengangkat kedua tangan mereka seraya berdoa dengan suara yang bercampur tangis. Suara yang menggetarkan hati. Aku merenung, apakah mereka anak-anak yang berbakti kepada kedua orangtua mereka hingga tingkatan seperti ini, ataukah ini hanyalah tangisan karena mereka kehilangan kasih sayang kedua orangtua mereka!! Ataukah mereka baru merasakan dan menyadari makna yang sebenarnya dari kata “Bapak” dan “Ibu” pada saat ini?
Sungguh baik seorang pemuda yang shalih! Ya Allah, jadikan kami sebagai anak-anak yang shalih dan karuniai kami keturunan yang shalih pula. Sungguh Engkau Maha Mendengar dan Menjawab Doa. Amin.
(Oleh Syaikh Mamduh Farhan Al-Buhairi, di majalah Qiblati edisi 12 tahun II).
Ket: Foto di atas bukan menunjukkan yang sebenarnya.
http://www.facebook.com/note.php?note_id=80623506711

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Ada tujuh golongan manusia yang akan diberi naungan oleh Allah pada hari tak ada lagi naungan selain naungan-Nya, yaitu (diantaranya)…pemuda yang tumbuh dalam nuansa ibadah kepada Allah, dan seseorang yang hatinya selalu tertambat pada masjid.” (HR: Bukhari & Muslim).

Disalin dari blog Abu Fahd

SELEBRITIS LANGIT


”Jadilah kalian yang dikenali para penghuni langit namun kalian tidak dikenal para penghuni bumi.” (Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu’anhu dari Ibrahim bin Isa, Shifatush-Shafwah, 1/415)
Ali bin al Husain adalah seorang ulama dan imam besar, pemimpinnya para ulama tabi’in. Namun semasa hidupnya dia terkenal bakhil/pelit oleh keluarganya dan masyarakatnya. Keluarganya mengira dia hanya menumpuk dirhamnya saja tanpa pernah menyedekahkannya. Namun tatkala Ali bin al Husain meninggal dunia, maka terbukalah rahasia-rahasia yang ada pada dirinya.

Rahasia yang pertama, sejak meninggalnya Ali bin al Husain maka seluruh penduduk Madinah yang miskin tidak mendapatkan lagi santunan dari seseorang yang tidak dikenal setiap malamnya yang bisa mencukupi makannya dalam sehari. Mereka berkata, “Kami tidak pernah kehilangan shadaqah yang diberikan secara sembunyi-sembunyi hingga Ali meninggal dunia.”
Rahasia yang kedua adalah, ditemukannya bekas hitam pada pundaknya ketika mereka memandikan mayatnya. Dari ‘Amr bin Tsabit berkata, ”Tatkala Ali bin Husain meninggal mereka memandikan mayatnya lalu mereka melihat bekas hitam pada pundaknya, lalu mereka bertanya: ”Apa ini”, lalu dijawab: ”Beliau selalu memikul berkarung-karung tepung pada malam hari untuk diberikan kepada faqir miskin yang ada di Madinah.”
Muhammad bin Ishaq menuturkan, “Penduduk Madinah hidup dengan makanan itu, sementara mereka tidak tahu siapa yang telah memberikan makanan itu kepada mereka. Setelah Ali bin al Husain meninggal dunia, maka mereka tidak lagi mendapatkan makanan pada malam hari.”
Lihatlah bagaimana Ali bin al Husain menyembunyikan amalannya hingga penduduk Madinah tidak ada yang tahu, mereka baru tahu tatkala beliau meninggal karena sedekah yang biasanya mereka terima di malam hari berhenti, dan mereka juga menemukan tanda hitam di pundak beliau. Bahkan beliau dituduh oleh manusia sebagai orang yang bakhil, namun di mata Allah dia memiliki banyak rahasia antara dirinya dengan Rabb-nya.  Subhanallah….!
Ali bin al Husain pernah berkata, “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu agar Engkau tidak memperindah penampilanku pada apa yang tampak mata, dan membuat buruk rahasiaku pada apa yang tampak mata.”
Dan beliau juga berkata, ”Sesungguhnya sedekah dengan tersembunyi memadamkan kemarahan Allah”. Ini merupakan hadits yang marfu’ dari Nabi , yang diriwayatkan dari banyak sahabat, seperti Abdullah bin Ja’far, Abu Sa’id Al-Khudri, Ibnu “Abbas, Ibnu Mas’ud, Ummu Salamah, Abu Umamah, Mu’awiyah bin Haidah, dan Anas bin Malik. Berkata Syaikh Al-Albani: ”Kesimpulannya hadits ini dengan jalannya yang banyak serta syawahidnya adalah hadits yang shahih, tidak diragukan lagi. Bahkan termasuk hadits mutawatir menurut sebagian ahli hadits muta’akhirin” (As-Shohihah 4/539, hadits no. 1908).
Mengenai kisah ini bisa dilihat di kitab Siyar A’lam an Nubala, jilid 4 hal.393.Sifatus Sofwah (2/96), dan Aina Nahnu hal. 9.
Al Auza’i meriwayatkan, bahwa Umar ibn Khaththab radhiyallahu ‘anhu keluar pada malam buta, yang kemudian Thalhah melihatnya dan membuntutinya. Umar terus berjalan dan memasuki sebuah rumah, lalu masuk lagi ke rumah yang lain. Ketika pagi tiba, Thalhah datang ke rumah yang dimasuki Umar. Ternyata rumah itu adalah rumah wanita tua yang buta dan tidak dapat berdiri. Thalhah bertanya kepada wanita itu, “Apa yang dilakukan orang yang mendatangimu semalam?”
Wanita tua itu menjawab, “Dia sudah menyantuni aku semenjak sekian lama. Dia datang kesini untuk memberikan apapun yang kubutuhkan, sehingga aku tidak lagi menderita.”
Thalhah berkata kepada dirinya sendiri, “Celaka engkau wahai Thalhah, mengapa engkau punya pikiran untuk membuntuti Umar?”
(Hilyat al Awliya, jil 1, hal. 48)

Rasulullah bersabda: ”Tatkala Allah menciptakan bumi, bumi tersebut bergoyang-goyang, maka Allah pun menciptakan gunung-gunung, kalau Allah lemparkan gunung-gunung tersebut di atas bumi maka tenanglah bumi. Maka para malaikatpun terkagum-kagum dengan penciptaan gunung, mereka berkata, ”Wahai Tuhan kami, apakah ada dari makhluk-Mu yang lebih kuat dari gunung?” Allah berkata, “Ada yaitu besi”. Lalu mereka bertanya (lagi), ”Wahai Tuhan kami, apakah ada dari makhluk-Mu yang lebih kuat dari besi?”, Allah menjawab, ”Ada yaitu api.”, mereka bertanya (lagi), ”Wahai Tuhan kami, apakah ada makhluk-Mu yang lebih kuat dari pada api?”, Allah menjawab, ”Ada yaitu air”, mereka bertanya (lagi), ”Wahai Tuhan kami, apakah ada makhluk-Mu yang lebih kuat dari pada air?”, Allah menjawab, ”Ada yaitu air” mereka bertanya (lagi), ”Wahai Tuhan kami, apakah ada makhluk-Mu yang lebih kuat dari pada air?”, Allah menjawab, ”Ada yaitu angin” mereka bertanya (lagi), ”Wahai Tuhan kami, apakah ada makhluk-Mu yang lebih kuat dari pada angin?”, Allah menjawab, ”Ada yaitu seorang anak Adam yang bersedekah dengan tangan kanannya lalu dia sembunyikan agar tidak diketahui tangan kirinya”. (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya 3/124 dari Anas bin Malik. Berkata Ibnu Hajar, ”Dari hadits Anas dengan sanad yang hasan marfu’” (Al-Fath 2/191).
Imam Muslim rahimahullah meriwayatkan di dalam Shahihnya: Zuhair bin Harb menuturkan kepadaku demikian juga Muhammad bin al-Mutsanna. Mereka semua menuturkan dari Yahya al-Qaththan. Zuhair mengatakan, Yahya bin Sa’id menuturkan kepada kami dari Ubaidillah. Dia berkata, Khubaib bin Abdurrahman mengabarkan kepadaku dari Hafsh bin ‘Ashim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda,
“Ada tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan Allah pada hari di saat tidak ada naungan kecuali naungan-Nya. (salah satunya adalah)…Seorang yang bersedekah dengan sembunyi-sembunyi sampai-sampai tangan kirinya tidak mengerti apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya…”
Berkata Abu Hazim Salamah bin Dinar “Sembunyikanlah kebaikan-kebaikanmu sebagaimana engkau menyembunyikan kejelekan-kejelekanmu.” (Berkata Syaikh Abdul Malik Romadhoni , “Diriwayatkan oleh Al-Fasawi dalam Al-Ma’rifah wa At-Tarikh (1/679), dan Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah (3/240), dan Ibnu ‘Asakir dalam tarikh Dimasyq (22/68), dan sanadnya s hohih”. Lihat Sittu Duror hal. 45)
==============================================
Tahukah engkau siapa Julaibib?
Kita harus merasa malu dan juga kecewa jika kita tidak mengenal sosok-sosok yang suka merahasiakan amal. Padahal, pada waktu yang sama kita dapat mengenali secara mendetail kisah orang-orang yang punya nama dari kalangan politikus, artis, pemimpin, tokoh sastra, seni dan lainnya.
Orang-orang yang terpilih yang memiliki keutamaan dalam beramal lebih pantas kita kenal. Sebab, dengan mengenal, megetahui, dan mengingat kehidupan mereka, hati kita pun menjadi hidup.
Julaibib adalah salah seorang shahabat Nabi yang berwajah buruk, kerdil dan berkulit hitam serta tidak dikenal oleh banyak orang, bahkan beliau merasa kesulitan ketika melamar seorang wanita.

Dari Anas bin Malik, katanya: Nabi pernah meminang seorang wanita Anshar untuk Julaibib –salah seorang sahabat yang berparas buruk. Beliau meminang lewat ayah si wanita, maka katanya: “Tunggulah sebentar, aku ingin minta pendapat dari ibunya”. “Baiklah kalau begitu”, kata Nabi. Maka si lelaki tadi mendatangi isterinya dan menyampaikan hal tersebut. Isterinya pun berkata: “Demi Allah, tidak bisa kalau begitu… apakah Rasulullah tidak mendapati lelaki lain selain Julaibib? Padahal kita telah menolak pinangan Si Fulan dan Fulan?” sementara itu, si gadis yang dimaksud mendengarkan di balik tirai. Sang Ayah pun akhirnya kembali menemui Rasulullah dan menyampaikan keberatan isterinya. Maka Si Gadis tadi berkata: “Apakah kalian hendak menolak perintah Rasulullah? Kalaulah Beliau telah meridhainya untuk kalian, maka nikahkan saja dia”. Ucapan Si Gadis seakan menyadarkan kedua orang tuanya, lantas mereka berdua berkata: “Kau benar”, lalu Sang Ayah kembali lagi kepada Rasulullah seraya berkata: “Bila Anda meridhainya, maka kami pun ridha terhadapnya”. “Ya, aku telah meridhainya”, kata beliau. Maka lelaki tadi menikahkannya dengan puterinya.
Tak lama berselang, warga Madinah dikejutkan oleh suatu serangan. Julaibib pun segera menunggangi kudanya dan terjun ke medan perang… usai peperangan, mereka mendapatkan Julaibib gugur setelah berhasil membunuh sejumlah orang musyrik di sekitarnya. Anas lalu mengisahkan: “Sungguh, aku melihat bahwa Janda Si Julaibib termasuk wanita Madinah yang paling banyak dipinang orang”.[HR. Ahmad dengan sanad shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim].
Imam Muslim juga meriwayatkan di dalam Shahihnya, dari Abu Hurairah, dikisahkan bahwa kemudian Julaibib mengikuti suatu peperangan bersama Nabi. Saat ia syahid, Nabi begitu kehilangan. Kehilangan. Sangat kehilangan. Tapi beliau akan mengajarkan sesuatu kepada para shahabatnya. Maka beliau bertanya-tanya di akhir pertempuran, “Apakah kalian kehilangan seseorang?”
Para shahabat menjawab, “Fulan, fulan dan fulan.”
Para shahabat menyebutkan sejumlah nama. Namun Julaibib tidak termasuk dalam yang mereka sebutkan. Sepertinya Julaibib memang tak beda antara ada dan tiadanya di kalangan mereka.
Nabi bertanya lagi, “Apakah kalian kehilangan seseorang?”
Shahabat kembali menjawab, “Ya. Fulan, fulan dan fulan.”
Lagi-lagi beliau bertanya, “Apakah kalian kehilangan seseorang?”
Dan selalunya shahabat menjawab, “Ya. Fulan, fulan dan fulan.”
Kemudian Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda dengan menghela nafasnya, “Tetapi aku kehilangan Julaibib. Carilah dia!”
Akhirnya, mereka berhasil menemukannya. Julaibib yang mulia. Terbunuh dengan luka-luka, semua dari arah muka. Di sekitar jasadnya menggeletak tujuh jasad musuh yang telah ia bunuh terlebih dahulu. Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Ia telah membunuh tujuh orang sebelum akhirnya mereka membunuhnya.”
Beliau dengan tangannya sendiri mengkafaninya. Beliau menshalatkannya secara pribadi. Dan kalimat beliau untuk Julaibib yang akan membuat iri semua makhluk hingga hari berbangkit adalah,
“Ya Allah, dia adalah bagian dari diriku dan aku adalah bagian dari dirinya.”
Abu Hurairah menuturkan, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam lalu meletakkan jasadnya di atas kedua lengan beliau, sementara lengan Julaibib tinggal satu. Beliau kemudian menggali kubur, meletakkan jasadnya di dalam kubur, dan tidak pernah menyinggung untuk memandikannya.
Di dalam hadits ini terkandung anjuran untuk mengenali orang-orang yang shalih semacam ini, yang suka merahasiakan amalnya.
Alangkah indahnya. Tidak dikenal oleh penduduk bumi, tapi dikenal oleh penduduk langit.
============================================
Tahukah engkau siapa Hudair?


Dari Nafi’, dari Ibnu Umar, ”Bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam pernah mengirim satu pasukan yang di antara mereka ada seseorang yang dipanggil Hudair. Sementara tahun itu merupakan merupakan tahun paceklik dan kekurangan makanan, Rasulullahshalallahu ‘alaihi wasallam memberikan bekal kepada mereka semua, namun beliau lupa memberikan bekal kepada Hudair. Maka Hudair tetap berangkat dengan sabar dan mengharapkan ridha Alloh. Dia berada di barisan paling belakang sambil tiada henti mengucapkan ’la ilaha illallah wallahu akbar walhamdu lillahi wa subhanallah wa la haula wa la quwwata illa billah.’ Dia berkata, ’Sebaik-baik bekal adalah dzikir ini, wahai Rabbi.’ Dia tiada henti mengucapkannya.”

Ibnu Umar menuturkan, ”Lalu Jibril mendatangi Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata kepada beliau, ’Sesungguhnya Rabb-ku mengutusku kepadamu untuk mengabarkan kepadamu, bahwa engkau telah memberikan bekal kepada rekan-rekanmu, sementara engkau lupa memberikan bekal kepada Hudair. Dia berada di barisan paling belakang sambil mengucapkan ’la ilaha illallah wallahu akbar walhamdu lillahi wa subhanallah wa la haula wa la quwwata illa billah.’ Dia juga berkata ’Sebaik-baik bekal adalah dzikir ini, wahai Rabbi.’ Jibril berkata lagi, ’Perkataannya itu merupakan cahaya baginya pada Hari Kiamat, yang ada di antara langit dan bumi. Maka kirimlah bekal baginya.’
Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam memanggil seseorang dan menyuruhnya untuk menyerahkan bekal kepada Hudair dan juga memerintahkan agar dia tetap menjaga perkataannya itu ketika bekal sudah diterima. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada utusan itu agar menyampaikan pesan kepada Hudair, ’Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ’alayhi wa sallam menyampaikan salam kepadamu dan beliau lupa memberikan bekal kepadamu. Pesan beliau, ’ Allah Tabaraka wa Ta’ala mengutus Jibril kepadaku, mengingatkan dirimu dan memberitahukan keadaan serta posisimu.’
Hudair menjawab, “Segala puja dan puji bagi Allah serta shalawat atas Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.” Setelah itu, dia berkata lagi, “Segala puji bagi Allah, Tuhan penguasa alam semesta, karena Allah telah mengingat aku dari atas langit yang ketujuh dan dari atas ‘Arsy-Nya, yang mengasihi rasa lapar dan kelemahan diriku. Ya Rabbi, sebagaimana Engkau tidak melupakan Hudair, maka buatlah hudair tidak lupa kepada-Mu.”
(Shifatush-Shafwah, 1/743)
Banyak orang yang dilupakan manusia, namun Allah subhanahu wa Ta’ala tidak melupakannya. Ini dikarenakan keikhlasan orang-orang seperti itu, yang banyak menyebut Allah secara sembunyi-sembunyi, jauh dari pandangan manusia.
===========================
Pada masa Mu’awiyah terjadi kemarau panjang. Mu’awiyah lalu melaksanakan shalat istisqa’ bersama masyarakat. Setelah mereka melihat tempat shalat, Mu’awiyah pun berkata kepada Abu Muslim, “Tahukah engkau apa yang dirasakan manusia? Berdoalah kepada Allah.”
Abu Muslim menukas, “Aku akan berbuat menurut keterbatasan diriku.”
Lalu Abu Muslim berdiri. Ketika itu, dia mengenakan mantel yang memiliki kerudung kepala. Dia membuka kerudung kepalanya, kemudian menengadahkan kedua tangannya seraya berdoa, “Ya Allah, sesungguhnya kami memohon hujan kepada-Mu. Aku datang dengan dosa-dosaku kepada-Mu, maka janganlah Engkau kecewakan aku.”
Belum lagi orang-orang kembali, hujan pun turun sangat deras. Abu Muslim lalu berdoa lagi, “Ya Allah, sesungguhnya Mu’awiyah menempatkan aku pada posisi sum’ah. Kalau memang engkau mempunyai pilihan yang lebih baik bagiku, maka cabutlah nyawaku agar kembali kepada-Mu.”
Saat itu hari Kamis. Abu Muslim meninggal hari Kamis berikutnya. Dia khawatir sekiranya ada anggapan yang menyebar di kalangan manusia bahwa mereka mendapat hujan karena doa Abu Muslim. Dia lebih suka memilih mati karena takut ‘ujub (bangga) terhadap diri sendiri karena sum’ah (ingin di dengar oleh orang).
(Al Bilali, Minhaj at Tabi’in, hal. 111)
Itulah beberapa kisah tentang orang-orang shalih yang senang menyembunyikan amalan mereka. Mereka adalah orang-orang yang asing di bumi, namun nama-nama mereka sangat terkenal oleh para penduduk langit. Mereka memiliki banyak rahasia yang hanya diketahui oleh Allah dan diri mereka sendiri.
Abul Abbas al ‘Atha’ berkata, “Tanda-tanda wali itu ada empat macam: Menjaga rahasia antara dirinya dengan Allah, menjaga amalan anggota tubuhnya antara dirinya dengan perintah Allah, sabar dalam menghadapi siksaan antara dirinya dengan makhluk Allah, dan bergaul bersama manusia dengan keragaman akal mereka.” (Shifat ash Shafwah, jilid 2, hal. 287).
Al Junaid al Baghdadi menuturkan, bahwa dia pernah mendengar as Sirri ibn al Maghlas berkata, “Sesungguhnya di beberapa perkampungan di Baghdad ada wali-wali yang tidak banyak diketahui manusia.” (Shifat ash Shafwah, jilid 2, hal. 326).
Imam al Hasan al Bashri berkata, “Adakalanya seseorang sudah hafal Al Qur’an, sementara tetangganya tidak mengetahuinya. Adakalanya seseorang memiliki banyak pengetahuan, namun orang-orang tidak merasakannya. Adakalanya seseorang mendirikan shalat yang panjang, sementara di rumahnya ada beberapa orang tamu dan mereka tidak mengetahuinya. Kita mengenal beberapa orang yang melakukan amal shalih secara sembunyi-sembunyi selagi di dunia, namun kemudian pengaruh amalnya itu selalu tampak sepeninggalnya…” (Al Akhfiya’ al Manhaj wa as Suluk, oleh Walid ibn Sa’id Bahakam).

By; Abu Fahd Negara Tauhid.